PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK PADA SISTEM NEUROBEHAVIOR
(pemeriksaan lumbal pungsi, CT scan, MRI dan EEG)
2.1.Pemeriksaan lumbal pungsi
2.1.1. Definisi
Lumbar puncture adalah upaya
pengeluaran cairan serebrospinal dengan memasukan jarum ke dalam ruang
subarakhnoid. Test ini dilakukan untuk pemeriksaan cairan serebrospinali,
mengukur dan mengurangi tekanan cairan serebrospinal, menentukan ada tidaknya
darah pada cairan serebrospinal, untuk mendeteksi adanya blok subarakhnoid
spinal, dan untuk memberikan antibiotic intrathekal ke dalam kanalis spinal
terutama kasus infeksi. (Brunner and Suddarth’s, 1999, p 1630)
Lumbal pungsi adalah jarum berlubang
besar disuntikkan ke ruang sub araknoid pada tingkat spasium L3-4 atau L4-5,
dan contoh CSS diambil. Tekanan cairan CSS juga diukur. Tekanan normal
bervariasi sesuai usia dari 45 mm air pada bayi baru lahir sampai 120 mm air
pada orang dewasa. (Hudak & Gallo, 1996)
Lumbal pungsi merupakan pengambilan
cairan cerebrospinal untuk pemeriksaan mikroskopis analisa kimia. (Jastremski,
dkk. 1996)
2.1.2. Tujuan
Untuk mengukur tekanan cairan
cerebrospinal dan untuk mengambil contoh cairan untuk diperiksa di
laboratorium. (Jastremski, dkk. 1996)
2.1.3. Indikasi
a. Mengambil
bahan pemeriksaan CSF untuk diagnostic dan persiapan pemeriksaan pasien yang
dicurigasi mengalami meningitis, encepahilitis atau tumor malignan.
b. Untuk
mengidentifikasi adanya darah dalam CSF akibat trauma atau dicurigai adanya
perdarahan subarachnoid.
c. Untuk
memasukan cairan opaq ke dalam ruang subarakhnoid.
d. Untuk
mengidentifikasi adanya tekanan intrakarnial/ intraspinal, untuk memasukan obat
intratekal seperti terapi antibiotic atau obat sitotoksik.
2.1.4. Kontraindikasi
a. Infeksi
dekat tempat penusukan. Kontaminasi dari infeksi akan menyebabkan meningitis.
b. Pasien
dengan peningkatan tekanan intra cranial. Herniasi serebral atau herniasi
serebral bisa terjadi pada pasien ini.
c. Pasien
yang mengalami penyakit sendi-sendi vertebra degeneratif. Hal ini akan sulit untuk
penusukan jarum ke ruang interspinal.
2.1.5. Persiapan
alat
Adapun peralatan yang disiapkan antara
lain:
1.
Troleey
2.
Kassa steril
3.
Kapas steril
4.
Sarung tangan steril
5.
Masker dan pelindung mata
6.
Baju steril
7.
Jarum punksi ukuran 19, 20, 23 G dengan
stilet.
8.
Manometer spinal dengan stopcock 3
jalur untuk pengelolaan tekanan
9.
Two way tap
10. Alcohol
dalam larutan antiseptic untuk membersihkan kulit.
11. Anestesi
local dengan obat (lidokian 1% 2 x ml), tanpa epinefrin.
12. Spuit
5 ml dan jarum ukuran 25 G untuk memberikan obat anestesi local
13. 4
selang steril
14. Tempat
penampung csf steril x 4 (untuk bakteriologi, sitologi, biokimia dan untuk
menghitung jenis sel)
15. Plester
16. Depper
17. Jam
yang ada penunjuk detiknya
18. Tempat
sampah.
2.1.6. Persiapan
pasien
1. Memberi penyuluhan kepada pasien dan
keluarga tentang lumbal pungsi meliputi tujuan, prosedur, posisi, lama
tindakan, sensasi-sensasi yang akan dialami dan hal-hal yang mungkin terjadi
berikut upaya yang diperlukan untuk mengurangi hal-hal tersebut.
2. Meminta izin dari pasien/keluarga
dengan menadatangani formulir kesediaan dilakukan tindakan lumbal pungsi.
3. Meyakinkan klien tentang tindakan yang
akan dilakukan
4. Pasien
diposisikan tidur lateral pada ujung tempat tidur dengan lutut ditarik ke
abdomen.
Catatan
: bila pasiennya obesitas, bisa mengambil posisi duduk di atas kursi, dengan
kursi dibalikan dan kepala disandarkan pada tempat sandarannya. (Brunner and
Suddarth’h. 1999 p 1631)
2.1.7. Prosedur
a. Pre
interaksi
1.
Mengkaji kemampuan dan kebutuhan klien
2.
Mempersiapkan alat-alat yang diperlukan
3.
Mengucapkan salam
4.
Menjaga privasi klien
5.
Menjelaskan tujuan tindakan kepada
klien
6.
Mencuci tangan
7.
Memakai sarung tangan steril
b. Interaksi
8.
Posisi
pasien lateral recumbent dengan bagian punggung di pinggir tempat tidur. Lutut pada posisi fleksi menempel pada
abdomen, leher fleksi kedepan dagunya menepel pada dada (posisi knee chest)
9.
Pilih
lokasi pungsi. Tiap celah interspinosus vertebral dibawah L2 dapat digunakan
pada orang dewasa, meskipun dianjurkan L4-L5 atau L5-S1 (Krista iliaca berada
dibidang prosessus spinosus L4). Beri tanda pada celah interspinosus yang telah
ditentukan.
10. Dokter mengenakan masker, tutup kepala,
pakai sarung tangan dan gaun steril.
11. Desinfeksi kulit degan larutan
desinfektans dan bentuk lapangan steril dengan duk penutup.
12. Anesthesi kulit dengan Lidokain atau
Xylokain, infiltrasi jaringan lebih dapam hingga ligamen longitudinal dan
periosteum
13. Tusukkan jarum spinal dengan stilet
didalamnya kedalam jaringan subkutis.
Jarum harus memasuki rongga
interspinosus tegak lurus terhadap aksis panjang vertebra.
14. Tusukkan jarum kedalam rongga
subarachnoid dengan perlahan-lahan, sampai terasa lepas. Ini pertanda
ligamentum flavum telah ditembus. Lepaskan stilet untuk memeriksa aliran cairan
serebrospinal. Bila tidak ada aliran cairan CSF putar jarumnya karena ujung
jarum mungkin tersumbat. Bila cairan tetap tidak keluar. Masukkan lagi
stiletnya dan tusukka jarum lebih dalam. Cabut stiletnya pada interval sekitar
2 mm dan periksa untuk aliran cairan CSF. Ulangi cara ini sampai keluar cairan.
15. Bila akan mengetahui tekanan CSF,
hubungkan jarum lumbal dengan manometer pemantau tekanan, normalnya 60 – 180
mmHg dengan posisi pasien berrbaring lateral recumbent. Sebelum mengukur
tekanan, tungkai dan kepala pasien harus diluruskan. Bantu pasien meluruskan
kakinya perlahan-lahan.
16. Anjurkan pasien untuk bernafas secara
normal, hindarkan mengedan.
17. Untuk mengetahui apakah rongga subarahnoid tersumbat atau
tidak, petugas dapat melakukan test queckenstedt dengan cara mengoklusi salah
satu vena jugularis selama I\10 detik. Bila terdapat obstruksi medulla spinalis
maka tekanan tersebut tidak naik tetapi apabila tidak terdapat obstruksi pada
medulla spinalis maka setelah 10 menit vena jugularis ditekan, tekanan tersebut
akan naik dan turun dalam waktu 30 detik.
18. Tampung cairan CSF untuk pemeriksaan.
Masukkan cairan tesbut dalam 3 tabung steril dan yang sudah berisi reagen,
setiap tabung diisi 1 ml cairan CSF. Cairan ini digunakan untuk pemeriksaan
hitung jenis dan hitung sel, biakan dan pewarnaan gram, protein dan glukosa.
Untuk pemeriksaan none-apelt prinsipnya adalah globulin mengendap dalam waktu 0,5 jam pada larutan asam sulfat.
Cara pemeriksaanya adalah kedalam tabung reaksi masukkan reagen 0,7 ml dengan
menggunakan pipet, kemudian masukkan cairan CSF 0,5. diamkan selama 2 – 3 menit
perhatikan apakah terbentuk endapan putih. Cara penilainnya adalah sebagai
berikut:
( - ) Cincin
putih tidak dijumpai
( + ) Cincin putih sangat tipis dilihat dengan latar belakang hitam dan
bila dikocok tetap putih
( ++ ) Cincin putih sangat jelas dan bila dikocok
cairan menjadi opolecement
(berkabut)
( +++ ) Cincin putih jelas dan bila dikocok cairan
menjadi keruh
( ++++ ) Cincin putih sangat jelas dan bila dikocok
cairan menjadi sangat keruh.
Untuk test pandi
bertujuan untuk mengetahui apakah ada peningkatan globulin dan albumin,
prinsipnya adalah protein mengendap pada larutan jenuh fenol dalam air. cAranya
adalah isilah tabung gelas arloji dengan 1 cc cairan reagen pandi kemudian
teteskan 1 tetes cairan CSF, perhatikan reaksi yang terjadi apakah ada
kekeruhan.
19. Bila lumbal pungsi digunakan untuk
mengeluarkan cairan liquor pada pasien dengan hydrocepalus berat maka maksimal
cairan dikeluarkan adalah 100 cc.
c. Terminasi
20. Setelah semua tindakan selesai,
manometer dilepaskan masukan kembali stilet jarum lumbal kemudian lepaskan
jarumnya. Pasang balutan pada bekas tusukan.
21. Mencuci tangan.
22. Observasi pasien mengenai
orientasi, gelisah, perasaan mengantuk, mual, irritabilitas serebral (fitting,
twitching, spasticity atau kelemahan tungkai) dan melaporkannya kepada dokter.
23. Anjurkan pasien
melaporkan adanya nyeri kepala dan memberikan analgerik sesuai program.
24. Klien tidur terletang tanpa bantal
selama 2 – 4 jam
25. Observasi tempat pungsi terhadap
kemungkinan pengeluaran cairan CSF
26. Bila timbul sakit kepala, lakukan
kompres es pada kepala, anjurkan tekhnik relaksasi, bila perlu pemberian
analgetik dan tidur sampai sakit kepala hilang.
27. Melaporkan
ke
dokter bila ada hal yang tidak bisa diatasi.
2.1.8. Hal-hal
yang perlu diperhatikan
·
Berat badan pasien yang akan melakukan
pemeriksaan lumbal pungsi
·
Lokasi tempat dilakukannya pengambilan
cairan CSS
2.1.9. Diagnosa
yang mugkin muncul
·
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan
dengan agen pencedera fisik kompresi saraf: spasme otomatis.
·
Anxietas atau koping individu tidak
efektif berhubungan dengan krisis situasi: perubahan status kesehatan ketidakadekuatan
mekanisme koping
·
Resiko infeksi berhubungan dengan
adanya luka pada daerah lumbal
·
Keterbatasan aktifitas berhubungan
dengan pem
·
Retensi urinarius berhubungan dengan
cedera vertebra
·
Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan,
pencegahan berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, interpretasi yang
salah, informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, terbatasnya
pengetahuan/kognitif
2.2.Pemeriksaan CT scan (Computerized Axial Tomografi)
2.2.1. Definisi
CT
Scan adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mendapatkan gambaran dari
berbagai sudut kecil dari tulang tengkorak dan otak.
CT
scan digunakan untuk menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena
dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cedera ligamen atau tendon.
(Brunner & Suddarth, 2002)
Pemeriksaan
ini mendeteksi gambaran lesi dari tumor, hematoma dan abses, perubahan vaskuler:
malformasi, naik turunnya vaskularisasi dan infark brain contusion, brain
atrofi, hydrocephalus dan inflamasi.
2.2.2. Prinsip
kerja
Film
yang menerima proyeksi sinar diganti dengan alat detektor yang dapat mencatat
semua sinar secara berdipensiasi. Pencatatan ini dilakukan dengan
mengkombinasikan tiga pesawat detektor, dua diantaranya menerima sinar yang telah menmbus tubuh dan yang
satunya berfungsi sebagai detektor aferen yang mengukur intensitas sinar
rontgen yang telah menembus tubuh dan penyinaran dilakukan menurut proteksi
dari tiga titik, menurut posisi jam 12, 10 dan jam 02 dengan memakai waktu 4,5
menit.
2.2.3. Tujuan
Menemukan
patologi otak dan medulla spinalis dengan
teknik scanning/pemeriksaan tanpa radioisotope. Dengan demikian CT scan hampir
dapat digunakan untuk menilai semua organ dalam tubuh, bahkan di luar negeri
sudah digunakan sebagai alat skrining menggantikan foto rontgen dan
ultrasonografi. Yang penting pada pemeriksaan CT scan adalah pasien yang akan
melakukan pemeriksaan bersikap kooperatif artinya tenang dan tidak bergerak
saat proses perekaman.
2.2.4. Indikasi
·
Tumor,
massa
·
Aneurisma
·
Abses
·
Lesi pada hilus atau mediastinal
(Rasad, S. 2000)
2.2.5. Kontra
indikasi
2.2.6. Persiapan
alat
Alat dan bahan untuk
pemeriksaan CT-Scan thorax diantaranya:
1. Pesawat
CT-Scan
3. Media
kontras
4. Alat-alat
Suntik
5. Spuit
6. Kassa
dan kapas
7. Alkohol
2.2.7. Persiapan
pasien
1. Pasien harus diberitahu sebaiknya
dengan keluarga. Pasien diberi gambaran tentang alat yang akan digunakan. Bila
perlu berikan gambaran dengan menggunakan kaset video atau poster, hal ini
dimaksudkan untuk memberikan pengertian pada pasien dengan demikian mengurangi
stress sebelum waktu prosedur dilaukuan. Test awal yang dilakukan meliputi:
kekuatan untuk diam ditempat (dimeja scanner) selama 45 detik; melakukan
pernafasan dengan aba-aba (untuk keperluan bila ada permintaan untuk
melakukannya) saat dilakukan pemeriksaan.; mengikuti aturan untuk memudahkan
injeksi zat kontras.
2. Penjelasan kepada klien bahwa setelah
penyuntikan zat kontras wajah akan nampak merah dan terasa agak panas pada
seluruh badan. Hal ini merupakan hal yang normal dari reaksi obat tersebut.
Perhatikan keadaan klinik klien apakah pasien mengalami alergi terhadap iodine.
Apabila pasien merasakan adanya rasa sakit berikan analgetik dan bila pasien
merasa cemas dapat diberikan minor transqualizer. Bersihkan rambut pasien dari
jelli dan obat-obatan. Rambut tidak boleh dikelabang dan tidak memakai wig.
2.2.8. Prosedur
a. Pre
interaksi
1. Mengkaji kemampuan dan kebutuhan
klien
2. Mempersiapkan
alat-alat yang diperlukan
3. Mengucapkan
salam
4. Menjaga privasi klien
5. Menjelaskan
tujuan tindakan kepada klien
6. Mencuci
tangan
b. Interaksi
7. Persiapan Media Kontras
Penggunaan media kontras dalam
pemeriksaan CT-Scan diperlukan untuk menampakkan struktur-struktur anatomi
tubuh seperti pembuluh darah dan organ-organ lainnya dapat dibedakan dengan
jelas.
8. Teknik injeksi intravena:
a) Jenis
media kontras : media kontras dengan osmolaritas rendah
b) Volume
media kontras : 80 – 100 ml
c) Injeksi
rata-rata (kecepatan) : 2 ml / detik
d) Waktu
Scan : melakukan scanning pada saat 25 detik setelah pemasukan awal media
kontras (delay).
9. Teknik Pemeriksaan
a) Posisi
pasien : Supine diatas meja pemeriksaan dengan posisi kepala dekat dengan
gantry.
b) Posisi
objek :
o
Mengatur pasien sehingga Mid Sagital
Plane (MSP) tubuh sejajar dengan lampu indicator longitudinal. Kedua
tangan pasien di atas kepala.
o
Memfiksasi lutut dengan menggunakan
body clem.
o
Menjelaskan kepada pasien untuk
inspirasi penuh dan tahan nafas pada saat pemeriksaan berlangsung.
c) Scan
Parameter Scan parameter pemeriksaan CT-Scan thorax adalah seperti tercantum
pada tabel dibawah ini :
d) Foto
sebelum dan sesudah memasukkan Media Kontras Kasus seperti tumor dibuat foto sebelum dan sesudah pemasukan media kontras.
Tujuan dibuat foto sebelum dan sesudah media kontras adalah untuk melihat
apakah ada jaringan yang menyerap kontras banyak, sedikit atau tidak sama
sekali.
Gambar yang dihasilkan
dalam pemeriksaan CT-Scan Thorax dapat diwakili beberapa kriteria :
·
Potongan axial 1
o
Merupakan bagian paling superior dari
thorax yang disebut apeks paru-paru. Kriteria gambar yang tampak adalah (A)
vena jugularis interna kanan, (B) arteri karotis komunis kanan, (C) Trakhea,
(D) Sternum, (E) Sternoklavikula joint, (F) klavikula, (G) Vena jugularis
interna kiri, (H) arteri subklavikula kiri, (I) arteri karotis komunis kiri,
(J) vertebra thorakal II – thorakal III, (K) arteri subklavia kanan, (L)
prosesus acromion dari scapula, dan (M) caput humerus.
·
Potongan axial 3
o
Kriteria yang tampak antara lain (A)
vena brachiocephalic kanan (dengan media kontras), (B) arteri innominata, (C)
manubrium sterni, (D) Vena brachiophelic kiri, (E) Arteri komunis karotis kiri,
(F) arteri subklavia kiri, (G) oesofagus, (H) vertebra thorakal III-thorakal
IV, dan (I) trakhea.
·
Potongan axial 5
o
Kriteria gambar yang tampak adalah (A)
vena kava superior, (B) Aorta ascenden, (C) Corpus sternum, (D) Window
aortopulmonary, (E) oesoagus, (F) aorta descenden, (G) vertebra thorakal
IV-thorakal V, dan (H) Trakhea.
·
Potongan axial 7
o
Kriteria gambar yang tampak antara lain
(A) Vena kava superior, (B) Aorta ascenden, (C) arteri pulmonari utama, (D)
Vena pulmonari kiri, (E) arteri pulmonari kiri, (F) aorta descenden, (G)
Vertebra thorakal VI-thorakal VII, (H) Vena azygos, (I) oesofagus, (J) arteri
pulmonari kanan.
·
Potongan axial 10
o
Kriteria Gambar yang tampak adalah (A)
Vena kava inferior, (B) atrium kanan, (C) Katup trikuspidalis, (D) perikardium,
(E) ventrikel kanan, (F) septum interventrikular, (G) ventrikel kiri, (H)
atrium kiri, (I) aorta descenden, (J) vertebra thorakal IX-thorakal X, (K)
Oesofagus, (L) hemidiafragma kanan.
10. Posisi terlentang dengan tangan terkendali
11. Meja elektronik masuk kedalam meja scanner
12. Dilakukan pemantauan melalui komputer dan
pengambilan gambar dari beberapa sudut yang dicurigai adanya kelainan.
13. Selama prosedur berlangsung pasien harus diam
absolut selama 20-45 menit
14. Pengambilan gambar dilakukan dari berbagai posisi
dengan pengaturan komputer.
15. Selama prosedur berlangsung perawat harus
menemani pasien dari luar dengan memakai protektif lead approan.
c. Interminasi
16. Sesudah pengambilan gambar pasien dirapihkan
17. Membereskan alat
18. Mencuci tangan
19. Mengevaluasi respon pasien
20. Melakukan pendokumentasian
2.2.9. Hal-hal
yang perlu diperhatikan
a. Sebelum pemeriksaan
· berat badan klien dibawah 145 Kg
(pertimbangan tingkat kekuatan scanner)
· Kesanggupan klien untuk tidak
mengadakan perubahan selama 20-45 meni (berkaitan dg lamanya pemeriksaan)
· Kaji kemungkinan klien alergi terhadap
iodine, sebab akan disuntik dg zat
kontras berupa iodine based contras material sebanyak 30 ml
b. Setelah
pemeriksaan
· observasi keadaan alergi terhadap zat
kontras yang disuntikkan. Bila terjadi alergi dapat diberikan benadryl 50 mg
· mobilisasi secepatnya karena pasien
mungkin akan kelelahan selama prosedur berlangsung
· ukur intake dan output. Hal ini
merupakan tindak lanjut setelah pemberian zat kontras yang eliminasinya selama
24 jam. Oliguri merupakan gejala gangguan fungsi ginjal. Memerlukan koreksi
yang cepat oleh seorang perawat dan dokter.
2.2.10.
Diagnosa yang mungkin muncul
· Hipersensitivitas berhubungan dengan injeksi intravena.
· Anxietas
atau koping individu tidak efektif berhubungan dengan krisis situasi: perubahan
status kesehatan ketidakadekuatan mekanisme koping.
· Keterbatasan
aktifitas berhubungan dengan prosedur tindakan yang dilakukan.
· Kurang
pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan tidak
ada yang menerangkan, interpretasi yang salah, informasi yang didapat tidak
lengkap/tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif
2.3.Pemeriksaan MRI
2.3.1. Definisi
Pemeriksaan
MRI merupakan salah satu bentuk pemeriksaan radiologi yang menggunakan prinsip
magnetisasi. Medan magnet digunakan untuk proses magnetisasi komponen ion
hidrogen dari kandungan air di tubuh. MRI dapat menggambarkan dengan sangat
jelas dan kontras berbagai bagian organ tubuh. (www.bethesda.or.id)
Magnetic resonance imaging (MRI) adalah
teknik pencitraan khusus, noninovasif, yang menggunakan medan magnet, gelombang
radio, dan komputer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau
penyempitan jaringan lunak melalui tulang) jeringan lunak seperti otot, tendon
dan tulang rawan. (brunner & suddarth, 2002)
2.3.2. Indikasi
Pemeriksaan
MRI dapat dilakukan pada berbagai organ dan sistem tubuh. Sebuah jaringan tubuh
yang rusak akan menimbulkan pembengkakan (edema). Adanya pembengkakan ini akan
memberikan warna kontras yang berbeda dengan jairngan normal. MRI dapat
digunakan untuk berbagai kelainan di bidang saraf, anggota gerak tubuh, tumor,
dan penyakit jantung.
· Di bidang saraf: stroke, tumor otak, kelainan mielinisasi otak, gangguan
aliran cairan otak/hidrocephalus, beberapa bentuk infeksi otak, gangguan
pembuluh darah otak, dsb.
· Di bidang
muskuloskeletal:
tumor jaringan tulang atau otot, kelainan saraf tulang belakang, tumor spinal,
jeputan akar saraf tulang belakang, dsb.
· Di bidang
kardiologi: pembuluh darah
besar, pemeriksaan MRA (Magnetic Resonance Angiografi) carotis, dsb.
Alat
MRI dapat pula digunakan untuk berbagai pemeriksaan khusus. Pemeriksaan FLAIR
dapat dilakukan untuk berbagai penyakit demielinisasi. Pemeriksaan diffusion
weighted imaging (DWI) MRI untuk deteksi awal adanya stroke iskemik.
Pemeriksaan DWI MRI dapat mendeteksi perubahan di otak setelah 10 menit
terjadinya sumbatan, jauh lebih cepat daripada CT-Scan yang mampu mendeteksi
iskemia setelah 4-6 jam pasca sumbatan. MRI mampu memvisualisasikan dengan
sangat jelas kondisi pembuluh darah di tubuh. Suatu prosedur yang disebut MRA
(Magnetic Resonance Angiografi).
Gambar di bawah
dengan sangat jelas menunjukkan kondisi pembuluh darah besar di leher yang
disebut pembuluh darah karotis. Kelainan pembuluh darah berupa penyempitan,
kelainan tumbuh (hipoplasia), penyumbatan akan dengan sangat jelas
tervisualisasi. (www.bethesda.or.id)
2.3.3. Kontra
indikasi
Pemeriksaan
MRI ini, tidak boleh dilakukan pada wanita yang hamil muda (trisemester I). (www.bethesda.or.id)
2.3.4. Persiapan
alat
Alat yang digunakan adalah alat MRI (Magnetic Resonance Imaging)
2.3.5. Persiapan
pasien
1. Pasien tetap boleh melakukan aktifitas rutin serta makan dan minum obat seperti
biasa.
2. Khusus untuk pemeriksaan saluran empedu
(MRCP), pasien perlu berpuasa selama 6 jam sebelum pemeriksaan.
3. Pasien diminta untuk melepas semua
barang - barang yang terbuat dari logam, maupun elektronik, seperti :
perhiasan, jam tangan, kaca mata, gigi palsu, alat bantu dengar,
handphone, kartu kredit, kartu ATM, dompet dan sebagainya. Barang - barang
tersebut dapat menginterferensi gambar yang terjadi sehinggadapat mempengaruhi
hasil MRI. Disamping itu, medan magnet yang dipancarkanoleh alat MRI dapat
merusak barang-barang yang terbuat dari elektronik. Proses Pemeriksaan MRI.
2.3.6. Prosedur
a. Pre
interaksi
1. Mengkaji
kemampuan dan kebutuhan klien
2. Mempersiapkan
alat-alat yang diperlukan
3. Mengucapkan
salam
4. Menjaga privasi klien
5. Menjelaskan
tujuan tindakan kepada klien
b. Interaksi
6. Pasien berbaring
terlentang dengan posisi kedua tangan disamping badan.
7. Meja MRI
akan bergerak maju kedalam posisi medan magnet yang tepat.
8. Pasien akan
mendengar suara dari gelombang radio frekwensi, seperti suara ketukan selama
jalannya pemeriksaan.
9. Selama pemeriksaan
MRI, pasien akan selalu dibawah pengawasan petugas,dandapat langsung
berkomunikasi dengan petugas MRI.5. Pasien akan diberi bel di tangan, dan dapat
ditekan untuk memanggil petugasMRI, atau mengalami kondisi yang kurang nyaman.
10. Pada umumnya
pemeriksaan MRI membutuhkan waktu sekitar 40 menit.
c. Interminasi
11. Setelah pemeriksaan
MRI selesai, pasien dapat melakukan aktifitas normal seperti biasa
12. Membereskan alat
13. Mencuci tangan
14. Mengevaluasi respon pasien
15. Melakukan pendokumentasian.
2.3.7. Hal-hal
yang perlu diperhatikan
· Pemeriksaan MRI ini, tidak boleh
dilakukan pada wanita yang hamil muda(trisemester I)
· Pasien memberikan informasi kepada
petugas sebelum dilakukan pemeriksaan.
· Pasien tidak diperkenankan membawa
barang elektronik dan benda logam.
2.3.8. Diagnosa
yang mungkin muncul
· Keterbatasan
aktifitas berhubungan dengan prosedur tindakan yang dilakukan.
· Gangguan
rasa nyaman nyeri berhubungan dengan agen pencedera fisik kompresi saraf:
spasme otomatis.
· Anxietas
atau koping individu tidak efektif berhubungan dengan krisis situasi: perubahan
status kesehatan ketidak adekuatan mekanisme koping
2.4.Pemeriksaan EEG
2.4.1. Definisi
Elektroensefalografi (EEG) adalah suatu cara untuk merekam
aktifitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh.
Elektroensefalografi
(EEG) adalah alat yang digunakan untuk merekam aktivitas umum elektrik di otak,
dengan meletakkan elektroda-elektroda pada daerah kulit kepala atau dengan
menempatkan mikroelektroda dalam jaringan otak. Pemeriksaan ini memberikan
kajian fisiologis aktifitas serebral. (Brunner & Suddarth, 2002)
2.4.2. Tujuan
Untuk mendiagnosis
gangguan fungsional dan sebagai indikator kematian otak. (Brunner & Suddarth,
2002)
2.4.3. Macam-macam
EEG
Seluruh
korteks serebri merupakan medan listrik yang mencerminkan adanya gaya listrik
yang diproduksikan pada ujung-ujung dendrit, sebagai fenomena potensial aksi
neuron-neuron yang disalurkan kedndrit-dendritnya dikorteks serebri. Potensial
dendrit pada korteks selalu berubah-ubah juga. Fluktuasi inilah yang tercatat
pada kertas EEG. Dari sekian banyak fluktuasi, maka dapat dibedakan menurut
frekuensinya dan menurut pada gelombangnya.
a. Empat gelombang menurut frekuensinya:
o
Gelombang
Alfa, bersiklus 8 – 13 perdetik
o
Gelombang
Beta, bersiklus lebih dari 13 perdetik
o
Gelombang
teta, bersiklus 4 – 7 perdetik
o
Gelombang
Delta, bersilus kurang dari 4 perdetik
b. Fluktuasi potensial otak menurut pola
gelombang
o
gelombang lamda, muncul sebagai gelombang positif dekat
lobus oksipitalis terutama jika mata menatap sesuatu dengan penuh perhatian.
o
Gelombang
tidur, sekelompok gelombang dengan frekuensi 10 – 15 siklus perdetik yang
hilang pada waktu tidur dangkal, berbentuk
“spindel”.
o
Kompleks
K, pola gabungan yang terdiri dari satu
atau beberapa gelombang lambat berbaur dengan gelombang-gelombang berfrekuensi
cepat, timbul karena ada rangsangan sewaktu tidur dangkal.
o
Gelombang
verteks, pola gelombang berbentuk jam, bilateral simetrik didaerah para
sagital, antara daerah dan post sentral, sering muncul bersama kompleks K pada
waktu tidur dangkal.
c. Gelombang patologis
o
Gelombang
runcing (Spike) yaitu gelombang yang runcing dan berlalu cepat (kurang dari 60
milidetik) sering ia muncul secara folifasik, yaitu dengan defleksi keatas
kebawah secara berselingan.
o
Gelombang
tajam (sharp wave) yaitu gelombang yang meruncing tetapi berlalu lebih lama
dari 60 milidetik. Juga gelombang tajam timbul secara polifasik.
o
Gelombang
runcing (spike wave)ialah kompleks yang terdiri dari gelombang runcing yang
langsung disusul oleh gelombang lambat. Kompleks tersebut muncul dengan
frekuensi 3 spd secara teratur, sinkron bilateral dan hilang timbul secara
tiba-tiba.
o
Gelombang
runcing multipel ialah ledakan dari sejumlah gelombang runcing yang bangkit
sekali atau berkali-kali dan biasanya disusul oleh gelombang lambat.
d. Hypsarithmia ialah kompleks yang
terdiri dari gelombang lambat yang bervoltase tinggi dan iramanya tidak teratur
dimana berbaur gelombang runcing dan tajam.
2.4.4. Indikasi
a. penderita dicurigai atau dengan
epilepsi
b. Membedakan kelainan otak organik
c. Mengidentifikasi infark pembuluh darah
atau adanya lesi (tumor, hematom, abses)
d. Diagnosa retardasi mental atau over
dosis obat
e.
Menentukan
kematian jaringan otak.
2.4.5. Kontra
indikasi
a. adanya
luka luas di kulit kepala.
2.4.6. Persiapan
alat
1. Sebelum digunakan alat / pesawat EEG
dipanaskan terlebih dahulu.
2. Elektrode dikelompokkan menjadi tiga
bagian yaitu bagian kiri, tengah dan kanan sesuai dengan yang tertera pada
junction box.
3. Kertas EEG sudah terpasang dengan
sempurna.
4. Elefik paste, skin pure, sisir, metlyn,
spidol, dipersiapkan di meja, dan kalau perlu karet gelang untuk pasien yang
berambut panjang.
2.4.7. Persiapan
pasien
1. Sebelum di lakukan EEG pasien
dianjurkan untuk keramas terlebih dahulu (untuk pasien rawat jalan) dan tidak
diperbolehkan memakai minyak rambut. Untuk pasien rawat inap tidak diharuskan
keramas (kalau kondisi pasien
tidak memungkinkan)
2. Pasien tidak diperbolehkan memakai
minyak rambut, supaya electrode melekat dengan sempurna.
3. Pasien/keluarganya membayar biaya
sesuai dengan tarif yang telah ditentukan, kecuali pasien Astek/Askes.
4. Pasien bayi/anak-anak/pasien dewasa
yang gelisah kolaborasi dengan dokter untuk pemberian premedikasi.
5. Sebelum pemberian premedikasi keluarga
pasien diberi pengertian terlebih dahulu kemudian diminta untuk menandatangani
inform concent yang telah disediakan.
6. Pasien bayi/anak-anak ditimbang dahulu
untuk menentukan dosis obat premedikasi.
2.4.8. Prosedur
a. Pre
interaksi
1. Mengkaji
kemampuan dan kebutuhan klien
2. Mempersiapkan
alat-alat yang diperlukan
3. Mengucapkan
salam
4. Menjaga privasi klien
5. Pasien/keluarganya diberi penjelasan
terlebih dahulu tentang tindakan yang akan dikerjakan.
6. Perawat cuci tangan.
b. Interaksi
7. Kepala diukur dengan menggunakann
metlyn, posisi pasien duduk dikursi (kalau kondisi pasien tidak memungkinkan,
diukur dengan posisi tidur terlentang pada tengkuk diberi bantalan supaya tidak
ada penekanan) dengan menggunakan system Ten – Twenty. Hasil pengukuran diberi
tanda dengan spidol merah supaya jelas.
8. Selesai pengukuran kepala yang sudah
bertanda spidol merah dibersihkan dengan kapas alcohol, kemudian digosok
perlahan dengan skin pure, elefik paste ditempelkan sesuai hasil pengukuran
tadi, sampai selesai.
9. Pasien dianjurkan untuk tidur
terlentang, tengkuk diberi bantalan kemudian electrode (2 elektrode) di
tempelkan di atas elefik .
10. Sebelum mulai merekam pasien dianjurkan
untuk tetap rileks dan diberi penjelasan
apa yang harus dilakukan pada saat perekaman.
11. Rekaman/pemeriksaan EEG diawali dengan
kalibrasi sesuai dengan kebutuhan.
12. Perekaman dimulai dari pattern 1 (satu)
sampai 6 (enam) dengan waktu kurang lebih 15 sampai 20 menit (60 lembar
kertas).
13. Pattern 1 (pertama) pasien dianjurkan untuk
menutup dan membuka mata (kecuali pasien yang tidak sadar atau pasien yang
dengan premedikasi) sampai 10 lembar kertas atau lebih kurang 3 menit.
14. Pattern ke 2 (kedua) pasien dianjurkan
untuk menutup mata dan menjawab pertanyaan yang diberikan dan tidak
diperbolehkan menggeleng atau menganggukkkan kepala, waktu sama dengan pattern
pertama.
15. Pattern ke 3 (ketiga) pasien dianjurkan
untuk membuka mata kemudian dilakukan PS (photic stimulation) sampai selesai
kemudian pasien diminta untuk menutup mata lagi, pasien dianjurkan untuk nafas
panjang atau HV (hiper ventilasi) waktu sama dengan pattern sebelumnya.
16. Setelah nafas panjang selesai pasien
nafas biasa dan diperbolehkan tidur sampai perekaman selesai.
17. Pattern keempat sampai empat lembar
kertas, kertas dibalik dan dilanjutkan sampai sepuluh lembar kertas dengan
waktu yang sama tanpa aktivitas, begitu juga dengan pattern kelima dan keenam.
18. Pada pasien yang memakai obat
premedikasi mulai dari pattern pertama sampai keenam tidak dilakukan aktivitas. Setelah pattern
keenam kembali ke pattern ketiga dan pasien dibangunkan untuk dilakukan Photik
.
19. Pada akhir perekaman dilakukan
kalibrasi lagi.
20. Apabila di tengah – tengah perekaman
grafik mengecil atau terlalu tinggi maka kalibrasi bisa dirubah sesuai dengan
kebutuhan.
21. Segala sesuatu yang terjadi pada saat
perekaman dicatat pada kertas perekaman.
c. Interminasi
22. Setelah proses perekaman selesai, electrode dilepas dimasukkan
dalam air yang sudah disediakan pada suatu tempat dan kulit kepala dibersihkan
dengan kapas basah.
23. Pada kertas perekaman diisikan
identitas pasien, tanggal, dan nomor register.
24. Hasil perekaman diberikan pada
pasien/keluarganya untuk kembali ke dokternya,
kecuali pasien konsulan hasil perekaman diserahkan ke dokter spesialis saraf terlebih dahulu
untuk pembacaan sebelum kembali pada dokter yang bersangkutan.
25. Elektrode dan alat – alat yang lain
dibersihkan, dirapikan, perawat cuci tangan.
2.4.9. Hal-hal
yang perlu diperhatikan
a. Sebelum
pemeriksaan
·
obat-obatan
depresan susunan saraf pusat (alkohol atau tranqualizer) atau stimulan
tidak diberikan selama 24 jam sebelum pemeriksaan dilakukan karena akan
memberikan pengaruh terhadap aktivitas listrik otak. Dokter akan memberikan instruksi
untuk pemberian anti konvulsi bila perlu 24 – 48 jam sebelum tindakan.
·
Cairan
yang mengandung caffein seperti kopi, cokelat dan the tidak diberikan selama 24
jam sebelum tindakan dilakukan
·
Rambut
harus bersih, bebas dari spray, minyak lotion dan hair fastener.
·
Pasien
harus makan pagi sebelum melakukan pemeruiksaan, karen a hipoglikemia
menyebabkan ketidak normalan potensial listrik.
b. Sesudah
pemeriksaan
·
Perhatikan pola napas pasien
·
Perhatikan kebersihan rambut pasien.
2.4.10. Diagnosa
yang mungkin muncul
· Keterbatasan aktifitas berhubungan dengan prosedur
tindakan yang dilakukan
· Anxietas
atau koping individu tidak efektif berhubungan dengan krisis situasi: perubahan
status kesehatan ketidak adekuatan mekanisme koping
· Kurang
pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan tidak
ada yang menerangkan, interpretasi yang salah, informasi yang didapat tidak
lengkap/tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif
DAFTAR PUSTAKA
bared18.wordpress.com/.../pengkajian-sistem-persyarafan
Brunner and
Suddarth’s. 1999. Medical Surgical Nursing. 9th Edition. Lippincot :
Philadelphia
Hudak dan Gallo.
(1996). Keperawatan Kritis.
Jakarta: EGC
Kee, joyce
lefever. (1997). Pemeriksaan laboratorium
dan diagnostik. Alih bahasa: Easter Nurses. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia
Anderson. (2007). Patofisiologi : konsep
klinis proses-proses penyakit. Alih bahasa Peter Anugrah. Editor Caroline
Wijaya. Ed. 4. Jakarta : EGC.
Smeltzer
Suzanne C. (2002) Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth jilid III. Alih bahasa
Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar